Sunday, February 20, 2011

Telat ngirim cerpen buat lomba. T_T

sebenernya udah tau ada lomba cerpen dari lama, tapi seperti biasa deh, pitiw suka menunda-nunda dan kebiasaan deadliners. jadi banyak banget kerjaan di minggu ini. mulai dari tugas dsp buat presentasi senin, lomba cerpen ini, bikin latar belakang proposal PSMKGI, proposal porsenang, PKM, aaaa banyak pisan yang deadlinenya malem ini. dan beberapa ada yang belom. sampai saat postingan ini ditulis. astagfirullah.
*dan ini masih sempet2nya mosting. ckckckck. -_-"


tapi da pengen ngabadiin cerpen yang tetep dikirim walau udah lewat batas maksimal pengiriman.. hahaha. batas maksimal pengiriman itu kan tanggal 20 februari 2011, pitiw baru ngirim tanggal 21 februari 2011 pukul 12:49 dooonngg. maksa. biarin, yang penting ga penasaran. pitiiiww pitiiww.. hehehehee. :p


ni yah pitiw copy pengantar pengirim cerpen sama cerpennya, panjang banget loh, 3halaman. tapi semoga bermanfaat, karena ini merupakan salah satu turning point di kehidupan pitiw. wazzheeekk! :D


inni diaaaa!!


asww.
sebelumnya mohon maaf, saya mengirimkan ini lewat dari batas maksimal. tetapi saya mohon untuk diterima naskah ini, minimal dilihat saja.
sekali lagi maaf terlambat dan dimohon kebesaran hatinya untuk menerima naskah ini.

terimakasih.
jazakumullaahu khairan katsiir.

-fitri hanifah fudhla-

Kegagalan Membuatku Bersyukur

Tidak terasa sudah empat tahun saya meninggalkan masa SMA, yaitu masa-masa yang menurut kebanyakan orang adalah masa-masa yang paling indah dan tidak terlupakan. Saya salah satu yang merasakan hal itu. Kehidupan SMA sangat menyenangkan, saya memilih untuk aktif di salah satu ekstrakulikuler seni di SMA saya, yaitu Kabaret. Di sini, banyak waktu dan momen yang saya habiskan dengan orang-orang dan kegiatan yang ada pada ekstrakuikuler  tersebut. Saya sangat sayang dengan mereka, dan senang menjadi bagian dari mereka. Saya kurang dekat dengan teman-teman sekelas saya ketika SMA karena kebanyakan waktu saya, saya habiskan dengan anggota kabaret. Setiap pulang sekolah kami selalu berkumpul di suatu tempat yang menjadi basecamp kami, dimana kami disana mengonsep cerita, bercerita tentang apa saja, atau bahkan bermain, dan jika sedang ada tawaran untuk tampil, atau sering kami sebut “job”, kami selalu latihan di rumah salah satu anggota kami yang memungkinkan dan bersedia rumahnya dijadikan tempat latihan untuk menyiapkan penampilan. Jika tidak ada rumah yang bisa dipakai latihan, kami juga biasa latihan di kelas-kelas kosong yang ada di sekolah kami.

Ketika masa SMA itu, yang saya ingat dan paling berkesan adalah kehidupan dalam kabaret itu sendiri. Teman-teman sekelas, kurang dekat dengan dengan saya karena kami jarang menghabiskan waktu bersama. Pelajaran-pelajaran yang diajarkan saat SMA sedikit sekali yang bisa saya ingat karena saya kurang interest ketika sedang dalam jam pelajaran. Saya sering mengantuk dan tidur dalam kelas, tidak memperhatikan guru yang sedang menerangkan, dan tidak pernah mengulang pelajaran atau bahkan mengerjakan PR yang ditugaskan. Saya sering pulang malam karena mengikuti latihan kabaret, padahal aturan di rumah saya tidak membolehkan anak-anaknya untuk pulang lebih dari maghrib sehingga saya sering mencari alasan dan sering dimarahi oleh orangtua saya. Namun, mungkin karena sudah terlalu sering, saya menjadi tidak terlalu takut ketika dimarahi. Astagfirullah.
Masa-masa SMA cepat berlalu, tidak terasa ketika itu saya sudah kelas tiga. Dunia kabaret perlahan mulai saya tinggalkan walaupun terkadang masih sering curi-curi waktu untuk melihat latihan adik-adik angkatan saya. Saya mulai merasa perlu belajar, dan merasa terpacu ketika teman-teman saya sangat rajin mengerjakan tugas dan mengerjakan latihan-latihan soal baik untuk UAN (Ujian Akhir Nasional) yang pada saat itu masih tiga pelajaran utama, matematika, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia maupun untuk SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Dunia kelas tiga sungguh berbeda. Pada waktu istirahat masi banyak orang yang memilih untuk tetap belajar di kelas. Masjid dan mushola penuh oleh siswa siswi kelas tiga yang solat dhuha. Saya mulai berubah pikiran dan merasa perlu untuk belajar. Namun, setelah saya mulai untuk belajar mengenai beberapa pelajaran, saya merasa saya belum mengerti apa-apa. Teman-teman saya mengatakan, banyak pelajaran atau materi-materi pelajaran dasar yang diajarkan pada kelas satu dan dua. Sedangkan pada waktu itu saya sangat tidak fokus belajar. Saya tidak terlalu ingat apa saja yang sudah saya pelajari. Saya merasa tidak tau apa-apa. Namun, saya tidak menyerah, saya terus belajar dan bertanya kepada teman-teman saya yang lebih memiliki kemampuan dibanding saya.

Hingga tibalah saatnya UAN. Saya sangat tidak bisa mengerjakan soal matematika. Kunci jawaban sebenarnya sudah beredar dari semalam sebelum ujian. Entah bocoran ini darimana sumbernya. Hal ini sudah biasa terjadi. Banyak yang sudah menyiapkan contekan dengan berbagai cara. Namun, pada saat itu saya berprinsip untuk sebisa mungkin tidak mencontek. Karena saya berfikir ijazah SMA ini akan selalu saya bawa mulai dari daftar perguruan tinggi sampai melamar pekerjaan seumur hidup saya. Jika saya berbohong atau curang dari tahap ini berarti saya bohong seumur hidup saya. Dan itu cukup berhasil membuat saya tidak mencontek selama UAN. Alhamdulillaah. Namun, ketika pulang ujian, saya mencocokkan hasil ujian saya dengan teman saya dan ternyata jumlah jawaban benar saya kurang dari lima puluh persen. Saya menangis karena saya takut tidak lulus ujian. Saya berfikir bagaimana jika ada kesalahan teknis yang membuat nilai saya lebih kecil dari perkiraan. Pada saat itu standard kelulusan untuk matematika adalah 4,25. Sedangkan, setelah dicocokkan dengan kunci jawaban dan diperiksa kembali kotretan ujian saya ,dimana saya menulis soal dan jawaban dari UAN saya di situ, saya hanya mendapat nilai kurang lebih 4,33 atau 4,67. Nilai itu sangat dekat dengan batas kelulusan. Saya bercerita kepada bunda mengenai hal ini, tentu saja dengan masih dalam keadaan sedih dan menangis. Bunda hanya mendengarkan dan berusaha untuk tidak panik dan tidak memarahi saya. Beliau terlihat tenang dan hanya bertanya kepada saya, “besok masih ada ujian?” saya jawab “iya”, “kalau begitu belajar saja untuk besok, kejadian yang sudah terjadi tidak bisa diulang kembali, hanya bisa jadi pelajaran untuk selanjutnya, teteh ga mau kan kaya gini lagi? Jangan larut dalam kesedihan, fokus dan persiapkan saja untuk ujian besok!” jawab Bunda. Akhirnya dari situ saya mulai tenang dan berusaha menyiapkan ujian untuk keesokan harinya dengan sebaik-baiknya.

Nilai UAN pun akhirnya keluar dan Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus walaupun dengan hilai 4,67 tertera di Ijazah saya. Saya tidak sedih dan merasa bangga karena itu merupakan hasil saya sendiri, dikerjakan dengan jujur, dan akhirnya lulus. Itu sudah cukup bagi saya. Ujian pun berlanjut ke tingkat SPMB. Saya mulai menjalankan program intensif di bimbel. Pada program itu, nilai saya tidak pernah mencukupi untuk pilihan saya. Pada saat itu saya bercita-cita kuliah di fakultas kedokteran, tetapi berdasarkan hasil TO saya dan pertimbangan guru bimbel, saya dianjurkan untuk memilih pilihan lain yang tidak terlalu tinggi nilainya. Akhirnya saya memutuskan untuk memilih Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Padjadjaran pada pilihan pertama dan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Saya memilih pilihan tersebut karena pertimbangan bahwa jika memilih jurusan tersebut peluang untuk masuk pilihan itu tinggi dan saya masih bisa belajar untuk mengikuti SPMB di tahun kedua jika saya masih penasaran untuk diterima di Fakultas Kedokteran. Namun, Bunda saya berpesan bahwa pilihan yang saya pilih memang harus sesuai dengan minat karena kita tidak tahu tahun depan akan diberi kesempatan untuk lulus atau tidak. Dan pada saat pengumuman kelulusan, saya dinyatakan lulus di pilihan kedua.

Saya menjalani kuliah di pilihan kedua tersebut. Enam bulan pertama saya mulai merasa nyaman, tetapi Bunda teus bertanya apakah saya masih mau mencoba SPMB lagi atau tidak. Sebenarnya saya masih sangat ingin untuk mencoba SPMB lagi untuk lulus di Fakultas Kedokteran. Bunda memberi berbagai pertimbangan, yang pertama, teteh harus berani mengambil resiko. Teteh cuti di semester dua dan mengikuti bimbel agar fokus, tapi harus siap dengan segala konsekuensi, yaitu jika tidak diterima lagi teteh harus siap untuk mengulang kuliah pada semester itu dan tidak bersama dengan teman-teman seangkatan teteh lagi. Akhirnya saya memutuskan untuk cuti kuliah dan fokus bimbel untuk mengikuti SPMB untuk kedua kalinya.

Pada saat bimbel inilah saya diberikan jawaban mengenai semua pertanyaan-pertanyaan pelajaran dan kehidupan. Saya mulai berani membuat keputusan untuk diri saya sendiri, saya mulai berani untuk bertanya, saya merasa butuh belajar, saya belajar tidak karena dipaksa atau tuntutan, tetapi karena saya ingin tahu, saya butuh belajar dan saya ingin lulus SPMB. Saya mulai memahami semua pelajaran yang dahulu sama sekali tidak dimengerti, terutama matematika. Di bimbel ini saya juga belajar untuk lebih bersyukur dimana banyak teman-teman saya yang sama sekali belum mendapatkan kesempatan untuk merasakan kuliah. Banyak sekali pembelajaran hidup yang saya dapatkan disini, saya merasakan perjuangan yang menantang bersama teman-teman seperjuangan yang memiliki visi yang sama. Dimana kami sama-sama belajar, saling mengingatkan, saling membantu, dan saling menyemangati untuk sama-sama mendapatkan apa yang kita inginkan, yaitu diterma di Jurusan atau fakultas Perguruan Tinggi Negeri yang kami cita-citakan. Banyak proses-proses pendewasaan yang saya alami. Diamana saya mulai melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, dan pada diri saya mulai terbentuk pola pikir yang sistematis.

Akhirnya, pada waktu SPMB kedua yang berganti nama menjadi SNMPTN (Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri), saya memutuskan untuk menaikkan pilihan saya ke Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dimana sebelumnya saya memilih FKG Unpad di pilihan pertama. Dan pada tahun ini saya meilih FKG Unpad di pilihan kedua saya. Saya cukup yakin dengan pilihan saya karena menurut hasil TO, saya pernah lulus di pilihan pertama sebanyak dua kali dan selalu lulus pada pilihan kedua.

Saat pengumuman SNMPTN tiba, saya kembali lulus di piliha kedua. Rasanya datar. Antara kecewa dan bahagia. Kecewa karena saya kembali diterima pada pilihan kedua, bukan pilihan pertama saya, dan bersyukur karena saya masih diberi kelulusan disaat teman-teman seperjuangan saya yang lain ada yang masih belum lulus. Bunda pun menghampiri saya dan bertanya “bagaimana hasilnya?” saya menjawab “keterima, tapi di FKG”, beliau berkomentar “Alhamdulillah. Tidak apa-apa, FKG juga bagus kok. Teteh berdoanya biar dikasih FK atau berdoa dikasih yang terbaik?”, “dikasih yang terbaik” jawab saya, “ya sudah, berarti FKG lah yang terbaik buat teteh menurut Allah”, “iya, benar juga. Alhamdulillah. insyaAllah ini yang terbaik.” Jawab saya dengan pasti dan penuh rasa syukur. Dan saya pun mencium tangan Bunda.

Ya, saya memang sadar bahwa Allah pasti meiliki rencana pada setiap perjalanan kehidupan kita. Allah paling tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Allah, dan apa yang menurut kita buruk, belum tentu begitu juga menurut Allah.

Kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Kegagalan juga bisa membuat kita berkembang jauh, memberikan banyak hikmah, pembelajaran, dan pendewasaan, dan bahkan kegagalan juga mungkin merupakan  bentuk pembinaan Allah kepada hamba-Nya sebagai salah satu bentuk kasih sayang-Nya. Hal ini tergantung dari bagaimana kita memandang dan menyikapi kegagalan tersebut. Saya bersyukur pernah mengalami ini.

Dan sekarang, saya sangat bersyukur menjadi mahasiswi FKG Unpad dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bangga akan kelebihannya dan berusaha untuk menjadikan lebih baik lagi, dan bersemangat untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada di FKG Unpad. Saya bisa banyak belajar di FKG ini. Saya tidak jenuh dengan hanya berkutat dengan teori, tetapi dituntut juga untuk bisa menguasai keterampilan yang diajarkan melalui praktikum. Alhamdulillaahirobbil’alamiin, saya bersyukur dan saya sangat yakin bahwa Allah memang menghendaki saya untuk kuliah di FKG dan FKG inilah yang terbaik untuk saya.

No comments:

Post a Comment