Wednesday, July 27, 2011

Oleh-oleh KKN! "Kilau Pesona Desa Emas Karamat Wangi"

ini tugas essay hasil rangkuman pemetaan wilayah dan sosial desa yang kita tinggali pas KKN. tugas ini tugas pribadi. keadaan umum desa secara garis besar dari sudut pandang pitiw terangkum di sini. enjoy it! selamat berjalan-jalan sejenak ke desa KARAMAT WANGIII!! :)

Tak terasa sudah hampir satu bulan lamanya saya berada di sebuah desa yang begitu asri. Suasana yang tenang, tentram, dan cuaca yang sejuk membuat saya betah berada di desa ini. Meskipun perjalanan menuju desa ini  sangat berliku dan jauh dari pusat kota dan pusat kecamatan yang merupakan pusat keramaian, pemandangan alam yang sangat indah yang membentang luas dan menyejukkan mata hadir menemani perjalanan berliku tersebut. Hamparan kebun teh, gunung-gunung, tebing, lembah, lahan pertanian, dan pepohonan di pinggir jalan yang begitu hijau dan menyejukkan berpadu dengan birunya langit dan pancaran sinar matahari membuat siapa saja bisa menikmati perjalanan menuju desa ini dan mensyukuri kebesaran Sang Pencipta. Apakah gerangan nama desa itu dan dimana letaknya? Izinkan saya menceritakan dan sedikit berbagi  pengalaman saya mengenai desa yang sudah saya tinggali selama kurang lebih satu bulan ini.

Desa asri ini bernama Karamat Wangi, baru berdiri selama kurang lebih tujuh bulan. Sebelumnya, desa ini bersatu dengan desa Cipangramatan, kemudian dimekarkan menjadi desa yang berdiri sendiri karena luas desa Cipangramatan sebelumnya yang terlalu luas. Desa Karamat Wangi berada di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.  Kita bisa menjumpai desa ini dalam perjalanan menuju pantai Pameungpeuk, salah satu tempat pariwisata yang terkenal dari Garut. Pantai Pameungpeuk tersebut terkenal juga dengan sebutan Cilaut Eureun.

Desa Karamat Wangi mungkin masih belum banyak dikenal orang, bahkan oleh warga Garut sendiri. Hal ini disebabkan masih barunya umur desa ini dan belum banyak orang mengetahui bahwa desa ini merupakan desa pemekaran dari desa Cipangramatan. Namun, ketika kita menyebut Cihideung, pasti orang-orang langsung mengenalnya dan menanggapi dengan “muhun, eta nu aya tambang emas tea nya, cihideung, nu caket badega.” Begitulah kurang lebih tanggapan masyarakat mengenai Cihideung. Daerah pertambangan emas yang terkenal di Garut, terutama Garut Selatan. Beritanya bahkan sampai ke Tasikmalaya. Begitu Fenomenal.

Nah, kebetulan saya mendapat tempat tinggal di Kampung Cihideung ini, si julukan Kampung Emas, dimana terdapat plang desa serta kantor desa sementara.  Tempat tinggal yang saya tempati di desa ini dekat dengan jalan raya dan pemiliknya merupakan putri dari salah satu penambang emas. Jadi, saya tidak usah jauh-jauh mencari untuk bisa mendapat informasi lebih mengenai hal ini.

Kita kembali sebentar ke keadaan ketika saya pertama kali sampai di desa ini. Saya ingin menyoroti akses telekomunikasi yang ada di desa ini. Dari mulai di perjalanan, sekitar 15 menit menuju desa Karamatwangi, saya sudah kehilangan sinyal. Dan di rumah tempat saya tinggal pun sama sekali tidak ada sinyal. Jika ingin mendapatkan sinyal, saya harus berjalan ke jalan raya dan naik ke sebuah rumah yang agak tinggi menghadap ke mesjid yang sedang dibangun. Di tempat itupun sinyalnya sangat minim, kadang hilang timbul. Beruntung di rumah tempat tinggal laki-laki ada sinyal. Itupun hanya di beberapa tempat saja, tidak di semua tempat dan hanya dua macam provider saja yang sinyalnya sampai. Jika ingin tetap aktif dan agar bisa tetap menerima sms atau telpon, hp harus disimpan di jendela. Pengalaman yang luar biasa, dimana biasanya sinyal sangat banyak dan tidak pernah menjadi masalah. Ternyata, hal ini juga merupakan salah satu keluhan warga yang disampaikan ketika kami ramah tamah dengan para tokoh masyarakat dan petinggi-petinggi desa ini pada saat awal-awal kami tinggal di desa ini.

Ya, itulah kurang lebih kesan pertama saya mengenai desa ini. Mengenai pertambangan emas dan sinyal. Oiya, ada satu lagi hal yang menjadi kesan pertama ketika awal saya menginjakkan kaki di desa ini. “Jamban” yang ada di atas kolam. Hwaaa, saya tidak bisa membayangkan jika saya harus mandi dan buang air di sana. Jamban itu tidak sampai menutupi kepala saya. Dan tidak ada kuncinya. Belum lagi papan yang renggang. Itulah potret kamar mandi di desa ini. Beruntung, kamar mandi yang ada di rumah tempat tinggal saya di desa ini sudah berada di dalam rumah. Namun, yang mengherankan, kotoran yang dibuang dari kamar mandi tersebut tetap berakhir di kolam atau biasa disebut “balong” yang berada di belakang rumah. Jadi, tetap saja jika setelah buang air besar, kotoran-kotorannya mengambang di atas balong sebelum akhirnya dimakan ikan-ikan. Hiiii.. Warga desa ini belum mengenal septic tank, apalagi memilikinya! Dari gambaran tersebut, dapat dibayangkan keadaan sanitasi di desa ini.

Sekarang, saya ceritakan tentang kegiatan pendidikan agama atau biasa disebut madrasah. Ketika sedang mencari sinyal di dekat mesjid, anak-anak yang akan mengaji bergerombol dan dengan malu-malu mencoba mencari perhatian kami lalu mendatangi kami dan bertanya siapa kami dan darimana asal kami. Saat itu kami ngobrol-ngobrol, mereka sangat excited. Saya bertanya kepada mereka sedang apa mereka di sana. Ternyata mereka sedang menunggu waktu untuk mengaji di madrasah yang dilaksanakan setelah maghrib. Saya jadi teringat pengajian seperti itu yang berada di dekat rumah. Dari saat itu, saya dan anak-anak madrasah tersebut mulai saling kenal dan dekat. Mereka memiliki suara yang merdu dengan nada yang bagus ketika membaca Al-Quran, dan pandai bersholawat dengan berbagai macam jenis dan langgam. Ternyata kedua hal itu, mengaji dengan dinyanyikan dan sholawat, memang menjadi salah satu materi yang diajarkan di madrasah tersebut dan salah satu pelajaran favorit mereka.

Kita lanjut ke kegiatan pendidikan formal. Di desa ini hanya terdapat 6 sarana pendidikan yang terdiri dari 3 PAUD, 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI) setingkat SD, dan 2 Sekolah Dasar. Semua sarana pendidikan tersebut serba sederhana. Tidak ada sarana sekolah lanjutan setelah Sekolah Dasar sehingga banyak anak-anak desa ini yang putus sekolah, hanya lulusan SD. Yang paling memprihatnkan adalah kegiatan KBM di MI. Siswa-siswa MI tersebut hanya diajar oleh satu orang guru dan itupun sukarelawan, tidak dapat dibayangkan betapa repotnya. Kesimpulannya, tingkat pendidikan warga desa ini rendah.

Selanjutnya kita tengok aktivitas keseharian warga yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi. Pada paragraf-paragraf awal sudah saya jelaskan sedikit mengenai pertambangan emas di desa ini. Mari kita bahas secara mendetail di sini. Potensi emas yang ada di desa ini awalnya diketahui setelah beberapa kali ada para peneliti yang meneliti tentang adanya kandungan emas di desa ini. Akhirnya pada tahun 2009, ditemukanlah emas tersebut. Kabarpun menyebar. Warga yang tertarik mulai mendalami profesi baru ini, dan memutuskan untuk menjadi penambang emas. Puncak ramainya kegiatan pertambangan emas di desa ini adalah pada tahun 2010. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, kedaan ini sangat fenomenal dan cepat menyebar. Banyak pendatang yang mencoba peruntungannya di desa ini. Warga desa ini pun terkena dampaknya, kegiatan perekonomian di desa ini berkembang. Tingkat pendapatan warga desa ini pun meningkat, terutama bagi warga yang tanahnya mengandung emas, yang digali oleh para penambang emas. Sempat saya mengobrol dengan salah seorang warga, ia merupakan kakek dari salah satu anak madrasah yang bertemu saya pada saat mencari sinyal. Beliau menceritakan mengenai kegiatan pertambangan emas itu. Awalnya beliau hanya supir tengki sawit antar propinsi yang memiliki pendapatan hanya sekitar delapan ratus ribu sebulan. Setelah beliau mengetahui potensi emas tersebut, ia pun memutuskan untuk mencoba profesi baru itu. Dan ternyata menghasilkan. Selama satu tahun, yaitu ketika puncak ramainya kegiatan pertambangan emas, beliau dan keluarga besarnya bisa menghasilkan uang sebanyak kurang lebih 1 miliar. Beliau bercerita bahwa ia bisa membeli satu unit mobil, membeli rumah di cikajang, dan membangun rumah. Memang, pada awal-awal ramainya pertambangan emas, satu keresek besar batuan bisa menghasilkan beberapa ratus gram emas senilai puluhan juta. Menakjubkan. Subhanallah! Jauh sekali dari hasil yang beliau peroleh sebelumnya. Namun sayangnya, pertambangan emas saat ini sudah mulai sepi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan warga tentang lokasi-lokasi tempat beradanya emas dan faktor preman yang sudah menjamur di dekat pertambangan. Karena proses penggalian lubang yang masih konvesional, banyak peambang yang terkubur di dalam lobang dan ada pula yang keracunan oleh gas alam yang ada di dalam lobang. Nah, itulah salah satu pengalaman dari seorang kakek penambang emas.

Aktivitas ekonomi desa ini tentu bukan itu saja. Pertambangan emas hanya digeluti oleh sebagian kecil warga saja yang ada di dekat jalan raya, lubang galian, dan sekitar dusun I dan III. Sebagian besar warga bekerja sebagai buruh di pabrik teh dan pemetik teh. Selain itu, banyak juga warga yang berprofesi sebagai petani, peternak, pemerah susu, dan berwirausaha dengan membuka warung. Namun, sayang sekali lahan pertanian dan ladang yang begitu luas itu belum dimanfaatkan secara maksimal.

Terakhir, kita bahas tentang pola hidup bersih sehat dan tingkat kesehatan warga desa ini. Dari gambaran MCK yang saya ceritakan sebelumnya, sudah tergambar keadaan pola hidup bersih warganya. Selain keadaan MCK, tingkat pola hidup bersih yang kurang juga terlihat dari tidak adanya Tempat Pembuangan Akhir sehingga sampah-sampah rumah tangga warga desa ini dibuang ke sungai. Tenaga medis di desa ini juga sangat kurang. Hanya ada satu bidan untuk seluruh warga desa Karamat Wangi yang terdiri dari 3 dusun yang sangat luas. Oleh sebab itu, banyak ibu hamil yang anaknya tidak selamat dalam proses melahirkan karena jarak yang jauh ke bidan serta akses yang kurang memadai.

Begitulah kurang lebih pengalaman saya di desa Karamat Wangi yang namanya berasal dari sumber air keramat yang berada di desa ini. banyak sekali pelajaran yang saya bisa ambil dari aktivitas dan kegiatan di desa ini, dari warga, dan potensi desa ini. Tidak lupa teman-teman KKNM yang senasib seperjuangan yang sama-sama belajar bersama masyarakat desa ini, saya banyak belajar dari mereka dan dari kebersamaan kami dalam satu bulan ini.

Jika saya bisa memberikan rekomendasi dan gagasan untuk kemajuan desa ini, saya akan mencoba merekomendasikan untuk meningkatkan akses telekomunikasi di desa ini dengan pembuatan tower. Agar komunikasi warga desa ini dengan warga desa lain dan kota lain bisa lebih lancar. Selain itu, saya merekomendasikan untuk diadakan penyuluhan dan pelatihan pembuatan septic tank bagi warga desa ini agar sanitasi menjadi lebih baik. Perbaikan akses dan sarana pendidikan serta motivasi untuk melanjutkan sekolah perlu dilakukan. Workshop mengenai pertanian dan pemanfaatan lahan juga bisa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa ini agar bisa lebih produktif. Selain itu, potensi besar pertambangan emas juga bisa lebih dimaksimalkan secara profesional dengan adanya penasihat atau pembimbing dari tenaga profesional yang ahli mengenai pertambangan emas sehingga pertambangan di desa ini bisa lebih terarah, aman, dan profesional. Mungkin hanya itu saja saran dan rekomendasi bagi kemajuan desa ini  yang bisa saya berikan berdasarkan hasil pengamatan dari pengalaman saya selama berada di desa ini. Semoga warga desa ini mendapatkan manfaat dari kehadiran kami di desa mereka. Terimakasih untuk satu bulan penuh kehangatan, pembelajaran, makna, dan pengalaman KARAMAT WANGI! Sampai jumpa Karamat Wangi yang lebih maju dan makmur! Semoga desa ini selalu dilimpahkan berkah oleh Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Aamiin. :)

No comments:

Post a Comment